Renungan ini hanya sekedar pikiran liar saya saat berada di
bis, jalan pulang menuju Jakarta setelah menculik istri. Semua
orang yang hidup tentunya punya tujuan hidup, terlepas dari masalah akidah,
pasti setiap orang berharap ingin mencapai titik tertentu dalam hidup. Dan
sebagai seorang muslim, tujuan hidup saya adalah ingin memandang keindahan
Wajah Allah subhaanahu wata’ala di surga bersama orang-orang yang saya cintai,
aamiin… (kenikmatan paling besar di surga adalah memandang keindahan Allah azza
wajalla).
Terkait dengan bis, saat itu adalah kali pertama ke
Tangerang, sama sekali tidak terbayangkan rute detail jalannya. Sama juga
dengan hidup, kita tidak tahu apa yang ada di depan kita, bahkan satu detik pun
di depan kita, tidak ada yang tahu. Dan bis yang ditumpangi bisa kita ibaratkan
sebagai perantara/jalan hidup sementara trayek akhir bis bisa diibaratkan
sebagai akhir hidup kita. Sekali lagi, tentunya setiap orang berharap untuk
berakhir di trayek tujuannya masing-masing bukan?
Sebelum naik bis, kita tentunya bertanya atau melihat tujuan
akhir bis tersebut dan yakin bahwa bis tersebut akan menyampaikan kita kepada
tujuan yang kita inginkan. Namun, saat di jalan pasti saja ada keraguan dan
tanda tanya “apakah benar bis tersebut akan sampai di trayek akhir atau kita
diturunkan sebelum sampai trayek akhir?” Dan keraguan tersebut bisa dihilangkan
saat kita bertanya kepada kondekturnya-seseorang yang lebih tahu dengan rute
bis tersebut.
Begitu pun dengan hidup, bertanya kepada ulama (bhs
indonesianya:orang berilmu), akan menghilangkan keraguan. Tentunya orang
berilmu yang tujuannya sama dengan kita, karena tidak mungkin kita bertanya
kepada seorang pilot perihal rute bis bukan? Keduanya sama orang berilmu namun
trayek tujuannya beda.
Jika di dunia, kita salah naik bis, tidak masalah kita turun
dan naik bis yang sesuai tujuan. Begitu pun dalam hidup. Jika kita merasa salah
atas apa yang kita yakini, segera cari jalan sesuai tujuan kita, bertanya
kepada orang berilmu serta jujur, dan istiqomah, sabar di jalan tersebut.
Namun, yang saya takutkan adalah: ….
Jika perihal jalan dunia, kita bisa ganti bis saat salah,
bagaimana jika kita tidak sempat ganti bis? Artinya badan kita sudah menjadi
mayat sebelum kembali ke jalan yang benar-benar akan mengantarkan kita kepada
trayek tujuan kita?
Cerita tersebut adalah curhatan pribadi saya sendiri, yang
sebelumnya hidup dalam kepercayaan-kepercayaan yang sama sekali tidak
dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga
dicontohkan pula oleh para keluarga dan sahabat beliau radiyallahu’anhum.
Walhamdulillah, badan saya belum sempat menjadi mayat saat saya sadar bahwa
sebagian apa yang saya yakini adalah salah. Semoga Allah subhanaahu wata’aala
senantiasa memberikan hidayah, karena jika bukan atas izin-Nya, maka tidak akan
sampai hidayah kepada kita semua. Wallahu'alam bisshawab (Allah Maha Mengetahu
kebenaran).
Post a Comment